MUKENA - KERUDUNG - SAJADAH - BAJU KOKO - PECI - PAKET NIKAH - SPREI - BED COVER - SELIMUT - DAN LAINNYA

Sabtu, 23 Januari 2010

Erniwati Nauman, Dari Kerja Kantoran ke Bisnis


(Pikiran Rakyat, Minggu 10 Januari 2010) MEMILIH keluar dari pekerjaan yang sudah mapan, ternyata langkah tepat bagi Erniwati Nauman. Perusahaan pembuat pesawat memang ia tinggalkan, namun bisnis yang kemudian dijalaninya justru membuahkan hasil signifikan, bahkan ia bisa mempekerjakan banyak orang.

Jangan takut keluar dari comfort zone untuk melakukan sesuatu yang beda. Bila hal itu dilakukan dengan rencana matang, manajemen baik, dan dinikmati, akan memberi nilai lebih dari yang kita bayangkan. Bukan hanya materi yang diperoleh, tetapi juga menebar manfaat bagi banyak orang.

Begitulah gambaran ringkas perjalanan Erniwati Nauman yang berani "menyeberang" profesi dari karyawati PT Dirgantara Indonesia (PT. DI) menjadi pengusaha. Ibu dari dua anak, Hafid Pradhitya Jenie dan Alvin Dwisyahputra Jenie ini, bukan saja tepat membaca perasaan saat harus keluar dari tempatnya bekerja, tetapi juga berhasil mengelola usahanya tumbuh menjadi besar.

Lebih dulu

Erni bekerja di PT DI sejak 1985 sampai dengan 1999. Lulusan Sastra Inggris IKIP Bandung ini segera berhitung cepat manakala melihat perusahaan tempatnya bekerja sudah mulai tidak kondusif, seperti banyaknya demo intern karyawan, dan mulai berkurangnya tugas-tugas yang diberikan perusahaan kepadanya.

"Dari situ, saya berpikir ada sesuatu yang sedang terjadi dengan perusahaan saya," katanya.

Benar saja, pada 1998 yang merupakan awal krisis moneter (krismon) di Indonesia, nilai rupiah jatuh terhadap dolar, dan berlanjut pada kondisi politik, sosial, dan ekonomi Indonesia yang tidak menentu. Tidak lama sejak itu, di beberapa bagian tertentu, PT DI mulai memutus hubungan karyawan. Tawaran untuk pensiun dini dan mengundurkan diri pun dikeluarkan.

Erni termasuk karyawan yang berani mengajukan berhenti bekerja atas permintaan sendiri (APS). Sementara itu, karyawan lain sudah banyak yang di-PHK. "Tapi waktu itu, APS saya juga sempat ditolak karena bukan bagian yang harus di-PHK," ujar Erni mengenang.

Di sela-sela penolakan APS, Ernie membuat perhitungan-perhitungan pesangon yang akan diajukan. Beruntung, selain akhirnya APS dikabulkan, Erni juga mendapatkan uang pesangon cukup lumayan, tidak jauh dari nilai yang dia ajukan.

Tahun 1999, Erni berhenti bekerja dengan status APS. Ia pun mulai mencoba beberapa pekerjaan lain. Namun karena satu dan lain hal, tidak ada profesi Erni nilai cocok baginya. "Adakalanya saya cocok, gaji tidak. Atau malah sebaliknya," ujarnya.

Kebetulan saat itu, ITC Kebon Kalapa sedang dibangun dan segera akan dibuka. Berkat dorongan suami, Erni pun mulai berpikir untuk membuka usaha.

Awalnya, kata dia, ia ingin membeli satu toko di ITC dengan cara membayar tunai. Namun berkat masukan dari suami, Erni membeli dua toko dengan cara kredit. "Dengan harapan saya akan terpacu dan bekerja keras agar dapat melunasi pinjaman," ujarnya.

Sejak tahun 2002, Erni memulai usahanya. Dengan modal Rp 3 juta, ia menjual baju-baju koko yang sedang in pada waktu itu. Tak dinyana, sambutan masyarakat begitu baik. Tokonya berkembang pesat dan Erni pun mulai melirik jenis usaha yang lain yakni mukena.

Kebetulan, sang suami mengenalkan Erni kepada Pak Maman, teman sekantornya yang membawa Erni ke Tasikmalaya untuk bertemu langsung dengan para perajin mukena. Pintu pun terbuka lebar. Erni memenuhi kedua tokonya dengan alat salat perempuan ini.

Manajemen kantor

Kelebihan usaha yang dikembangkan Erni terletak pada sistem pengelolaan (manajemen) keuangannya. Karena awalnya Erni orang kantoran, ia menerapkan sistem pengelolaan uang dan aset dengan manajemen kantor.

Untuk barang dan semua aset dilakukan pendataan. Semua barang dari yang ukuran besar sampai terkecil, dicatatnya. Ia juga mencatat setiap barang yang keluar setiap hari sebelum toko tutup. Sementara itu, untuk pendataan stok dilakukan setiap minggu. Dengan begitu, Erni tahu betul jumlah stok, keluar masuk barang, dan kebutuhan pembelian barang sebelum barang habis.

Begitu juga dalam pengelolaan keuangan. Erni tidak pernah menggabungkan usahanya dengan kebutuhan rumah tangga ataupun pribadi. Semua uang hasil usaha digunakannya untuk menambah aset usaha. Dalam pembukuannya, ia mencatat semua pengeluaran dan pemasukan serta rugi laba secara rutin. Keterlibatannya dalam pengawasan toko pun, dicatatkan sebagai karyawan.

"Jadi tidak ada istilah karena saya pemilik, saya bisa menggunakan uang toko dengan bebas. Tetapi saya bisa memakai uang toko selama itu merupakan salary saya dari toko," ujarnya.

Ada delapan karyawan di lima toko yang dimiliki Erni. Dari dua toko saat memulai usaha ini, ternyata berkembang menjadi delapan toko. Dari jumlah itu, lima digunakan pribadi dan sisanya disewakan kepada orang lain. Jumlah karyawan ini pasti akan bertambah bila musim puasa dan Idulfitri tiba. Sebab pada saat itulah, aktivitas toko meningkat berlipat.

Hal yang sama terjadi pada penambahan dan pengeluaran barang yang berdampak pada penjualan. Ratusan juta lebih omzet Erni berputar setiap Puasa dan Lebaran, sehingga mau tidak mau ia pun harus mulai membuka cek dan giro di bank. Apalagi pihak perbankan juga mulai melirik usaha Erni yang berkembang pesat.

Hanya dalam tempo setahun dari tahun 2002, Erni sudah melakukan semua traksaksi pengadaan barang dengan menggunakan cek dan giro. Namun dengan fasilitas ini, bukan berarti ia lupa terhadap kewajiban pembayaran bank. Setiap pemasukan uang dari toko langsung disimpannya di bank.

"Pokoknya, dengan prinsip bahwa uang toko adalah uang perusahaan, alhamdulillah tidak pernah kedodoran sejak awal usaha sampai dengan sekarang," ujarnya.

Produksi sendiri

Selain manajemen yang baik, Erni mengatakan, modal utama keberhasilan dirinya mengembangkan usaha ini adalah jujur. Sikap ini ia terapkan bukan hanya terhadap karyawan, tetapi juga pada dirinya sendiri. Ia pun tetap menjaga hubungan baik dengan jujur. Tidak ada hal-hal yang ia sembunyikan apalagi "menggunting dalam lipatan" . "Karena media awal saya bertemu dengan Pak Maman, maka saya pun sampai sekarang tetap berhubungan baik dengan beliau," ujarnya seraya mengucapkan terima kasih.

Padahal, setelah usahanya maju, Erni mulai membuat mukena sendiri. Ia juga meluaskan usahanya dengan menambah ragam jenis barang yang dijual. Bukan lagi sebatas mukena dan baju koko, tetapi juga sajadah, perangkat haji, hingga seprai dan bed cover. Erni pun bahkan bergerak di penjualan bahan-bahan mukena, baju koko, dll.

Guru les

Erni menikah dengan Jasmansyah pada tahun 1991. Ia dikaruniai dua anak laki-laki yang sudah tumbuh remaja. Hafid Pradhitya Jenie duduk di kelas tiga SMAN 3 Bandung dan Alvin Dwisyahputra Jenie duduk di kelas 1 SMAN 5 Bandung. Suaminya bekerja sebagai dosen kimia di Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Cimahi. Meskipun berbeda profesi, tetapi dukungan suami terhadap dirinya sangat besar.

Suaminya selalu memberi keleluasaan kepada Erni dalam mengembangkan usahanya. Bahkan ketika ia akan mengundurkan dari PT DI pun, suaminya membebaskan Erni untuk memilih pekerjaan. Hal sama berlaku setelah usahanya berkembang seperti sekarang. Suaminya memberi kepercayaan penuh terhadap Erni.

"Saya sangat bersyukur diberi Allah SWT suami yang memberi support dan kepercayaan seperti ini. Berkat beliaulah, saya bisa seperti sekarang," ujarnya.

Kesibulkan Erni setiap hari dimulai pukul 4.30 WIB, dengan bangun, salat Subuh, menyiapkan sarapan anak-anak, suami, memasak, membereskan rumah, dan berangkat ke toko sekitar pukul 9.00-10.00 WIB. Bila akhir pekan, Erni baru berangkat ke toko setelah salat Zuhur. Maklumlah, kalau akhir pekan kedua anaknya ada di rumah.

Erni termasuk perempuan yang hobi memasak. Bahkan ia pun kerap menyiapkan bekal yang akan dibawa anak-anaknya ke sekolah. Banyak resep favorit keluarga yang sering dibuatkan Erni untuk keluarganya tercinta. Walaupun ada kalanya mereka juga makan di luar.

Di rumahnya di kawasan Pasadena Regency, Erni adalah juga menjadi guru les bahasa Inggris bagi kedua putranya. Setiap Rabu dan Jumat Erni mengajar bahasa Inggris untuk Hafid dan Alvino. Hal itu ia lakukan seusai salat Magrib, dengan aturan les yang cukup unik. Bila ada anak yang terlambat, uang jajannya akan dipotong 25%. Bila ada anak yang tidak masuk, uang jajan akan dipotong 50%.

Hal tersebut dilakukan Erni dalam upaya menegakkan disiplin bagi kedua putranya. Sementara itu, untuk keperluan mengaji, Erni mendatangkan guru khusus ke rumah, sehingga walaupun anak-anaknya sudah remaja, tetap berada di dalam koridor nilai-nilai Islam.

Kini, setelah hampir 11 tahun Erni mengembangkan usahanya, ia bersyukur sudah diberi "sesuatu" yang lebih oleh Allah SWT. Keluarga yang utuh dan mendukung, anak-anak yang baik, dan karyawan yang setia. Semua itu, kata Erni, tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hanya satu obsesinya, ia ingin usahanya terus berkembang agar lebih banyak lagi memberi manfaat untuk banyak orang.

"Sebenarnya, insya Allah, bila Tuhan mengizinkan, saya ingin umrah bersama keluarga bila nanti Hafid lulus Ujian Nasional. Hal itu sebagai rasa syukur kami kepada Allah SWT," ujar Erni mengakhiri pembicaraan. (Eriyanti/"PR")***